Jakarta, idealoka.com -- Ilmuwan menyatakan virus corona yang menyebabkan Covid-19 bukan sebuah penyakit yang dibuat di laboratorium atau direkayasa. Menurut temuan yang dipublikasikan di jurnal Nature Medicine, Covid-19 adalah produk evolusi alami.
Sebelumnya, muncul spekulasi kalau dan telah menyebabkan pandemik itu adalah hasil rekayasa genetik untuk senjata biologi.
Namun, hal ini dibantah dari hasil penelitian profesor imunologi dan mikrobiologi di Scripps Research dan penulis jurnal Kristian Andersen. Menurut mereka, berdasarkan analisis data sekuens genom publik dari Covid-19 dan virus terkait, tidak menemukan bukti bahwa virus itu dibuat di laboratorium atau direkayasa.
"Dengan membandingkan data urutan genom yang tersedia untuk strain coronavirus yang diketahui, kita dapat dengan tegas menentukan bahwa SARS-CoV-2 berasal dari proses alami," kata Andersen melansir Science Daily.
Sebelumnya, peneliti riset kanker di Seattle, Amerika Serikat (AS) juga sudah memberikan bantahan soal rumor yang marak beredar di media sosial tersebut.
"Tidak ada bukti yang bisa ditemukan kalau virus ini dibuat secara genetik," jelas Trevor Bedford, dari riset kanker Fred Hutchinson, dalam pertmuan ilmuwan di Seattle. "Bukti yang kami miliki bahwa mutasi (virus) sangat konsisten sebagai evolusi alami," seperti dikutip dari Financial Times.
Rumor ini menyebar setelah ada penelitian yang dipublikasikan peneliti di India yang menyebut genom virus ini punya kemiripan dengan HIV. Hasil penelitian ini segera ditarik dari publikasi, namun tuduhan kalau virus itu hasil mutasi di laboratorium sudah kepalang menyebar di internet.
Penelitian itu, "salah dalam berbagai tingkatan," jelas Bedford yang menjadi peneliti di laboratorium yang mempelajari evolusi virus.
Lebih lanjut, Andersen dan kolaborator di beberapa lembaga penelitian lain menggunakan data sekuensing dari para ilmuwan China untuk menjelajahi asal-usul dan evolusi Covid-19 dengan memfokuskan pada beberapa fitur khas virus.
Para ilmuwan menganalisis template genetik spike protein, armature di bagian luar virus yang digunakannya untuk mengambil dan menembus dinding luar sel manusia dan hewan.
Lebih khusus, mereka berfokus pada dua fitur penting dari spike protein: receptor-binding domain (RBD), sejenis pengait yang menempel pada sel inang dan tempat pembelahan yang memungkinkan virus untuk membuka celah dan masuk ke sel host.
Para ilmuwan menemukan bahwa bagian RBD dari spike protein Covid-19 telah berevolusi untuk secara efektif menargetkan fitur molekuler di bagian luar sel manusia yang disebut ACE2, sebuah reseptor yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah.
Spike protein Covid-19 sangat efektif untuk mengikat sel-sel manusia, bahkan para ilmuwan menyimpulkan itu adalah hasil seleksi alam dan bukan produk rekayasa genetika.
Bukti evolusi alami ini juga didukung oleh data tentang struktur molekul keseluruhan backbone Covid-19. Jika seseorang berusaha merekayasa virus corona baru sebagai patogen, mereka akan membuatnya dari backbone virus yang diketahui menyebabkan penyakit.
Tetapi para ilmuwan menemukan bahwa backbone Covid-19 berbeda secara substansial dengan yang ada pada virus corona yang sudah dikenal dan kebanyakan menyerupai virus terkait yang ditemukan pada kelelawar dan trenggiling.
"Kedua fitur virus ini, mutasi pada bagian RBD dari spike protein dan backbone-nya yang berbeda, mengesampingkan manipulasi laboratorium sebagai potensi asal untuk SARS-CoV-2," kata Andersen.
Andersen dan kolaboratornya menyimpulkan bahwa ada dua kemungkinan asal untuk Covid-19. Pertama, virus berevolusi ke keadaan patogen saat ini melalui seleksi alam di inang non-manusia dan kemudian melompat ke manusia. Kedua hal ini diambil berdasarkan analisis sekuensing genomik SARS-COV-2.
Dalam skenario itu, kedua fitur khas spike protein Covid-19- bagian RBD yang mengikat sel dan situs pembelahan yang membuka virus akan berevolusi ke kondisi saat ini sebelum memasuki manusia.
Dalam skenario lain yang diusulkan, versi virus non-patogenik melompat dari inang hewan ke manusia dan kemudian berevolusi menjadi kondisi patogen saat ini dalam populasi manusia.
Corona adalah keluarga besar virus yang dapat menyebabkan penyakit dengan tingkat keparahan yang luas. Penyakit parah pertama yang diketahui disebabkan oleh virus corona muncul dengan epidemi Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) 2003 di Cina. Wabah penyakit parah yang kedua dimulai pada 2012 di Arab Saudi dengan Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS).
Pada 31 Desember 2019, pihak berwenang China memberi tahu Organisasi Kesehatan Dunia tentang wabah virus corona baru yang menyebabkan penyakit parah, yang kemudian dinamai SARS-CoV-2 atau Covid-19. (*)