Memiliki rumah sendiri merupakan idaman bagi masyarakat. Tidak perlu menunggu menabung bertahun-tahun sudah bisa memiliki rumah idaman tersebut, yaitu dengan KPR (Kredit Pemilikan Rumah). Ada dua metode KPR yang ditawarkan oleh bank, yaitu KPR Syariah dan KPR Konvensional.
Namun saat ini KPR jenis Syariah lebih banyak digemari oleh masyarakat dimana mayoritas beragama islam, karena dinilai lebih menguntungkan dan memenuhi Syariat Islam. Itu hanya tanggapan umumnya saja yang bisa dimengerti masyarakat. Sebagai calon pemilik rumah, Anda perlu untuk mengerti dengan betul apa itu KPR Syariah, bagaimana sistemnya, dan apa bedanya dengan KPR konvensional umumnya.
KPR Syariah tentunya merupakan produk yang ditawarkan oleh bank syariah yang menganut prinsip islami yaitu tanpa bunga, yang dianggap sebagai riba. Sebagai gantinya KPR Syariah menawarkan sistem bagi hasil atau nisbah. Dalam pelaksanaannya disebut dengan Profit Sharing, dimana total pendapatan usaha dikurangi biaya operasional untuk mendapatkan profit atau keuntungan bersih bagi bank. Pihak bank akan melakukan proses penghitungan biaya-biaya operasional dan lain-lain hingga keuntungan diawal. Perlu diketahui keputusan keuntungan akan ditetapkan oleh bank, kemudian akan dilakukan akad kerja sama antara bank dan calon nasabah. Ada tiga macam akad atau perjanjian yang berlaku di bank syariah dan bisa Anda pilih dalam pengajuan KPR nanti, yaitu:
1. Akad Mudharabah
Akad Mudharabah adalah skema perjanjian yang dilandasi dengan prinsip jual beli. Yaitu akad kerjasama usaha antara nasabah dan bank, dimana pihak nasabah bertindak sebagai penggagas usaha sedangkan bank bertindak sebagai pemberi modal. Contohnya Anda memiliki niat untuk membeli rumah, maka pihak bank akan membeli rumah tersebut dari developer, kemudian bank akan menjual kembali kepada Anda dengan harga baru setelah ditambah dengan perhitungan biaya tambahan sebagai keuntungan bank.
Meskipun begitu, dalam akad ini pihak bank akan tetap menjelaskan secara terperinci perhitungan biaya tersebut kepada nasabah. Perhitungan biaya bergantung kepada lamanya tenor pembayaran nasabah dan tetap mempertimbangkan keuntungan ataupun kerugian nasabah jika nantinya berkeinginan menjual kembali rumah tersebut selama masih dalam proses cicilan. Namun berhati-hatilah dengan kerugian yang ditimbulkan setelah perjanjian akad ditandatangani. Karena biasanya kerugian itu timbul karena nasabah ingin menjual lebih awal rumah tersebut sebelum proses cicilan selesai disertai dengan harga jual yang rendah. Perlu diketahui, jenis kerugian ini akan dibebankan oleh nasabah itu sendiri.
2. Akad Musyarakah
Akad Musyarakah adalah skema perjanjian yang dilandasi dengan sistem berbagi modal. Dimana dilakukannya perjanjian kerja sama antara kedua belah pihak, baik pihak Bank maupun nasabah sama-sama mengeluarkan dana untuk membeli rumah yang dikehendaki nasabah. Dalam hal ini pembagian keuntungan dan kerugian berdasarkan porsi modal yang dikeluarkan. Contohnya, saat pembelian nasabah mengeluarkan modal sebanyak 30% sedangkan pihak bank mengeluarkan modal sebanyak 70%. Maka jika ada keuntungan ataupun kerugian nanti, pembagian hasilnya akan mengacu pada persentase modal yang dikeluarkan masing-masing pihak.
3. Akad Murabahah
Akad Murabahah merupakan skema perjanjian yang berdasarkan aktivitas jual beli barang dengan tambahan keuntungan untuk bank syariah yang telah disepakati kedua belah pihak. Misalnya pihak bank membeli rumah yang nasabah minati seharga Rp 250 juta, kemudian bank akan menjual kembali rumah tersebut kepada nasabah seharga Rp 300 juta. Baik pihak bank maupun nasabah sudah setuju dengan tambahan keuntungan yang dikehendaki bank sebanyak Rp 50,000,000.-.
4. Akad Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT)
Akad IMBT merupakan skema perjanjian dengan konsep sewa beli dimana nasabah dianggap menyewa rumah pada bank hingga masa akhir cicilan. Dengan demikian setiap nominal yang dibayarkan nasabah kepada bank, sementara akan dianggap sebagai sewa. Dan jika nanti nasabah urung untuk menempati rumah tersebut, rumah tetap menjadi milik bank dan uang muka yang sudah dibayar oleh nasabah akan dikembalikan.
5. Akad Musyarakah Mutanaqisah
Akad Musyarakah Mutanaqisah merupakan skema perjanjian KPR dengan konsep kepemilikan bertahap. Dimana meskipun pihak bank yang membeli rumah terlebih dahulu, namun baik bank maupun nasabah sama-sama menjadi pemilik. Lalu porsi kepemilikan bank akan berkurang secara bertahap seiring dengan pembayaran cicilan oleh nasabah.
Nah, itulah sedikit penjelasan mengenai sistem yang berlaku ketika Anda berminat untuk mengajukan KPR Syariah. Adanya KPR Syariah patut untuk dipertimbangkan karena apapun pilihan akad Anda selaku nasabah, semua bebas dari bunga berjalan maupun denda.
Hanya saja perlu dipelajari secara terperinci mengenai setiap detail pembiayaan maupun persyaratan yang diajukan oleh pihak bank. Karena produk syariah memiliki sifat untung rugi yang relatif beragam dibelakangnya. Salah satunya disebabkan oleh keterlambatan cicilan dan niat Anda untuk menjual rumah sebelum pelunasan berhasil. Maka mantabkan kembali financial Anda agar bisa lancar dalam proses bulanannya.
Lalu, apa sebenarnya perbedaannya dengan KPR berbasis konvensional yang terlebih dahulu ada dan popular di kalangan masyarakat? Karakteristik dari bank konvensional adalah membebani bunga kepada nasabah atas uang yang digunakan untuk membeli rumah yang dikehendaki. Berikut adalah jenis produk KPR yang ada hingga saat ini:
KPR Fix, yaitu KPR dengan bunga tetap dari awal hingga akhir masa pinjaman. KPR fix biasanya diterapkan untuk produk rumah subsidi yang merupakan program dari pemerintah.
KPR Floating, yaitu KPR dengan penghitungan bunga mengambang. Bunga yang dibebankan pada nasabah bisa berubah-ubah bergantung pada rate mata uang dan suku bunga yang berlaku saat itu.
KPR Cap, yaitu KPR dengan bunga yang dapat naik namun masih berbatas pada ketentuan. Misalnya, suku bunga yang dibebankan kepada nasabah saat ini 7,2% dan ketentuan cap 9%, kemudian ada kenaikan suku bunga pasar rata-rata sebesar 10%. Pihak bank akan membebankan bunga baru kepada nasabah namun hanya sebatas maksimum 9% saja.
Itulah perbandingan sistem pelaksanaan antara KPR Syariah dan konvensional. Selain dari segi pembiayaan dan bunga, ada perbedaan lain dari segi penalty. Untuk KPR Syariah, apabila Anda selaku nasabah ingin melakukan pelunasan diawal tidak akan dikenakan penalty, cukup total biaya yang belum dibayarkan saja. Sedangkan untuk KPR Konvensional, apabila Anda ingin melakukan pelunasan diawal, selain total biaya yang belum dibayarkan, juga akan dibebani penalti sesuai ketentuan bank.