SEMARANG - zonamerdeka.com- Pihak keluarga, sekaligus saudaranya Lie Min Hwa dan Lie Siu Hwa meminta kepada Lie Irwan Damitrias untuk menghentikan kebohongan dan segera bertobat. Pasalnya suatu perbuatan dusta akan selalu ditutupi oleh kebohongan-kebohongan yang lainnya.
Lie Min Hwa selaku anak pertama dan Lie Siu Hwa yang merupakan anak ketiga dari pendiri perusahaan pabrik Gelatik Kembar buka suara. Usai beredarnya berita yang dinilai ngawur serta memutarbalikkan fakta dan bukan fakta yang sebenarnya.
Lie Min Hwa dan Lie Siu Hwa menyayangkan perjuangan orang tuanya yang sangat bertanggungjawab kepada keluarga maupun pabrik, namun tidak dihargai oleh Lie Irwan Damitrias.
"Ingatlah perintah Allah yang tertulis dalam Keluaran 20:12 yang berbunyi: hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu. Sadarlah untuk kembali ke jalan yang benar," tuturnya.
Keduanya mengungkapkan sejarah orang tuanya Lie Tjiauw Pin dalam mendirikan bisnis pabrik buku ternama bermerek Gelatik Kembar.
Mereka mengaku terpukul atas munculnya berita yang dinilai tidak benar beberapa waktu lalu yang ditayangkan di salah satu media online yang menyebutkan bahwa pabrik Gelatik Kembar bukan warisan orang tuanya.
"Kami sangat menyesalkan dikatakan bahwa pabrik buku Gelatik Kembar bukan merupakan warisan orang tua. Padahal orang tua kami mendirikan pabrik buku Gelatik Kembar di Jalan Gambiran No 73 sejak 1970-an dengan memproduksi buku tulis merk Gelatik Kembar yang terkenal dengan buku tulis sampul biru Gelatik Kembar," ujarnya.
Mereka sebagai saksi perjalanan mengetahui bagaimana kerja keras yang dilakukan ayahnya itu. Lie Min Hwa membeberkan, orang tuanya turun langsung dalam memproduksi hingga pemasarannya. Tidak hanya di Semarang saja, namun juga di daerah lain seperti Salatiga, Magelang, Kudus, Purwodadi dan sekitarnya. Hal itu merupakan perjuangan yang jelas tidak ringan dalam merintis dan mengembangkan suatu usaha.
"Seharusnya sebagai anak yang berbakti, Lie Irwan Damitrias bisa menghargai jasa-jasa orang tua yang telah membesarkan kami secara berkecukupan. Membiayai sekolah sampai lulus sarjana. Hingga telah memberikan pabrik buku Gelatik Kembar kepada ketiga putranya yaitu Lie Yuwono Ali, Lie Irwan Damitrias dan Tony Damitrias," imbuhnya.
Ia menuturkan ayahnya merupakan figur yang sangat bertanggungjawab, sayang kepada keluarga, jujur, ulet, pekerja keras, dan tak pernah menyerah. Buktinya Lie Tjiauw Pin bekerja keras untuk menghidupi istri dan lima orang anaknya, meskipun tidak kaya, lanjutnya, namun selalu tercukupi baik dari sandang pangan hingga pendidikan.
Seperti Lie Min Hwa yang lulus dari Akaba Universitas 17 Agustus 1945 Semarang, Liu Siu Hwa menjadi alumni Diploma Sekretaris Marsudirini Semarang. Kemudian Lie Irwan Damitrias sendiri lulus sarjana pertanian di UKSW Salatiga, dan Tony Damitrias menjadi lulusan sarjana kedokteran dari Unissula Semarang.
"Kami begitu sedih kalau sejarah perjuangan papa sama sekali tidak dihargai, apalagi oleh anaknya sendiri, Lie Irwan Damitrias. Kami tidak habis pikir setingkat adik kami yang notabene sangat berpendidikan dan dihormati banyak orang begitu tega memutar balikkan fakta yang ada," ucapnya.
Lie Siu Hwa menambahkan, pernyataan Andana Ali berdasarkan kesaksian dari Lie Irwan Damitrias mengenai kakaknya yakni alm Lie Yuwono Ali keluar sekolah demi membantu ekonomi keluarga juga tidak relevan.
Dalam pemberitaan di media online itu, disampaikan bahwa pada tahun 1974 Lie Yuwono Ali saat kelas 1 SMA memutuskan untuk keluar atau drop out dari sekolah demi bekerja membantu mencukupi kebutuhan keluarga dan orang tuanya. Lie Yuwono Ali bekerja sebagai sales obat dan sukses dalam marketing di Jawa. Setelahnya Yuwono Ali ditugaskan di Makassar Sulawesi Selatan dan sukses juga di sana.
Menurutnya, berita itu tidak benar dan memutar balikkan fakta. Adapun peristiwa yang sesungguhnya terjadi adalah pada tahun 1974 Lie Yuwono Ali tepatnya saat kelas 3 SMP dibelikan sepeda motor baru merk Kawasaki oleh orang tua karena sudah usia 18 tahun itu, Lie Yuwono Ali mulai punya banyak teman dan sering main bersama sesama pemilik motor Kawasaki yang saat itu lagi ngetren.
Selanjutnya, pada tahun 1975 Lie Yuwono Ali berada di kelas 1 di SMA Kesatrian Jalan Gajahmada seangkatan dengannya. Dalam mengenyam pendidikan itu, menurutnya kakaknya itu mulai kurang serius dalam belajar. Banyak dolan dengan teman kerjanya.
"Jadi yang benar adalah Lie Yuwono Ali keluar dari sekolah dari SMA Kesatrian di Jalan Gajahmada karena tidak naik kelas, bukan karena mau membantu ekonomi orang tua," jelasnya.(*)