Industri retail tengah menanti kucuran insentif pajak khusus dari pemerintah. Anggota Dewan Penasihat Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Tutum Rahanta, mengatakan insentif tersebut bermula dari usul asosiasi kepada pemerintah, yaitu perihal pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) atas sewa.
“Kami mengusulkan pembebasan PPN dan PPh atas sewa dapat diterapkan pada tahun ini,” ujarnya kepada Tempo, kemarin.
Pelonggaran kewajiban perpajakan diyakini dapat mengungkit konsumsi masyarakat dan kinerja industri retail secara keseluruhan. Pembebasan PPN sementara waktu bakal membuat harga barang dan jasa lebih murah, sehingga diproyeksikan dapat meningkatkan minat belanja masyarakat.
“Sedangkan PPh atas sewa dapat meringankan kami, para penyewa gerai dan pengelola pusat belanja,” kata Tutum. Pengeluaran sewa, kata dia, merupakan komponen beban terberat kedua setelah tenaga kerja yang harus ditanggung pelaku usaha.
Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah menuturkan pelonggaran PPN diusulkan segera diterapkan pada kuartal II tahun ini guna meningkatkan animo belanja masyarakat. “Paling sedikit tiga bulan sampai Agustus 2021 karena pada bulan itu kami punya agenda Hari Belanja Diskon Indonesia,” ucapnya. Sedangkan untuk PPh atas sewa diharapkan dapat dibebaskan selama enam bulan hingga satu tahun.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, berujar pelaku usaha juga berharap insentif pajak yang ada saat ini diperpanjang hingga akhir 2021. Insentif yang dimaksud, antara lain, PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah, PPh final UMKM ditanggung pemerintah, pembebasan PPh 22 impor, percepatan restitusi pajak PPh, dan diskon angsuran PPh Pasal 25.
Sebab, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021, masa berlaku insentif tersebut hanya enam bulan hingga Juni 2021. “Bagi kami tanggung sekali,” ujarnya.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto membenarkan pemerintah saat ini sedang menggodok insentif pajak khusus kepada retail dan pengelola pusat belanja, seperti pasar serta mal. Insentif yang dipertimbangkan, yaitu pelonggaran PPN dan PPh atas sewa.
“Fasilitas komponen PPN dan PPh sewa untuk sektor retail masih dalam pembahasan,” ucapnya. Insentif pajak sektor retail diharapkan dapat memberikan dampak positif pada peningkatan perekonomian, seperti yang terjadi pada sektor otomotif dan properti. Sebagaimana diketahui, pemerintah telah lebih dulu memberikan insentif pajak atas penjualan barang mewah (PPnBM) untuk sektor otomotif dan PPN untuk sektor properti.
Sementara itu, Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Said Abdullah mengingatkan pemerintah untuk selektif dalam mengucurkan insentif pajak. Khususnya menakar dampak dari pemberian insentif tersebut pada pemulihan ekonomi nasional.
“Industri retail bahkan dari sebelum masa pandemi telah mengalami kontraksi akibat pergeseran perilaku masyarakat yang memilih e-commerce,” katanya.
Pertimbangan matang dalam memberikan insentif menjadi suatu keharusan, mengingat anggaran negara yang semakin terbatas. Adapun insentif pajak dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 dianggarkan sebesar Rp 56,72 triliun. Hingga 16 April 2021, insentif pajak yang sudah direalisasi sebesar Rp 14,95 triliun atau 26,4 persen dari pagu.
Said meminta pemerintah tidak melupakan perhatian pada sektor-sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap penyerapan tenaga kerja, dan masih dapat tumbuh positif. “Misalnya, sektor pertanian, perikanan, minyak dan gas, serta industri makanan dan minuman,” ujarnya.
Di sisi lain, dia meminta pemerintah mengevaluasi efektivitas berbagai macam perlindungan sosial dalam menjaga daya beli rumah tangga masyarakat miskin. “Sebab, komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (besar pengaruhnya) terhadap produk domestik bruto nasional.”
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira, mengimbuhkan, upaya mendorong konsumsi masyarakat memang sudah seharusnya menjadi fokus pemerintah. Badan Pusat Statistik telah mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal I 2021 masih berada di zona kontraksi, yaitu -0,74 persen.
Semua komponen masih melemah dengan kontraksi terdalam terjadi pada konsumsi rumah tangga sebesar -2,23 persen dan konsumsi lembaga nonprofit rumah tangga -4,53 persen. “Pemerintah jangan hanya melihat dari sisi pajak, tapi bagaimana mendorong konsumsi dan mengungkit daya beli,” ucapnya. Percepatan program vaksinasi dan konsistensi penerapan protokol kesehatan menjadi syarat utama untuk mempercepat pemulihan mobilitas masyarakat.